Judul: Menemukan Kedamaian di Salib Kasih: Perjalanan Rohani di Tanah Batak
Oleh: [Anyssa pasaribu]
Kategori: Wisata Rohani / Refleksi Iman
Ada kalanya dalam hidup, kita merasa perlu untuk menjauh sejenak dari hiruk-pikuk dunia. Kita butuh ruang sunyi untuk menyusun kembali serpihan-serpihan batin yang lelah, dan menyatu dalam keheningan bersama Sang Pencipta. Itulah yang saya rasakan ketika memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Salib Kasih, sebuah tempat ziarah rohani yang terletak di Bukit Siatas Barita, Tarutung, Sumatera Utara.
Salib Kasih bukan hanya dikenal sebagai ikon religius di Tanah Batak, tetapi juga sebagai simbol cinta dan pengorbanan. Bagi banyak orang Kristen Batak, tempat ini adalah bagian penting dari sejarah iman mereka. Dan bagi saya pribadi, ini menjadi salah satu momen paling reflektif dalam hidup.
Kisah di Balik Salib
Salib Kasih dibangun untuk mengenang jasa besar Dr. Ingwer Ludwig Nommensen, seorang misionaris asal Jerman yang datang ke Tanah Batak pada tahun 1862. Dengan dedikasi luar biasa, beliau memperkenalkan ajaran Kristen kepada masyarakat Batak yang pada saat itu masih memegang teguh adat dan kepercayaan tradisional. Melalui pendekatan yang penuh kasih dan kesabaran, Nommensen tidak hanya menjadi penyebar Injil, tetapi juga seorang pendidik, penerjemah Alkitab ke dalam bahasa Batak, dan tokoh yang dihormati hingga hari ini.
Tempat berdirinya salib ini diyakini sebagai lokasi di mana Nommensen sering naik ke atas bukit untuk berdoa memohon kekuatan dan hikmat dari Tuhan dalam pelayanannya.
Perjalanan Menuju Puncak
Perjalanan saya menuju Salib Kasih dimulai dari pusat kota Tarutung. Hanya sekitar 15 menit berkendara, saya tiba di area parkir bawah bukit. Dari sana, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang menanjak. Jalur ini dikelilingi oleh deretan pohon pinus yang tinggi menjulang dan menyejukkan pandangan. Di sepanjang jalur, tersedia pos-pos perhentian kecil, lengkap dengan bangku untuk beristirahat atau sekadar merenung sejenak.
Sambil berjalan, saya sempat membayangkan sosok Nommensen yang dahulu melewati jalur yang sama, bukan dengan kemudahan modern seperti sekarang, tetapi dengan semangat yang menyala untuk misi yang lebih besar dari dirinya sendiri.
Ketika Salib Menyapa
Sesampainya di puncak, rasa lelah seakan sirna begitu saya menatap salib putih menjulang setinggi 30 meter, berdiri kokoh menghadap ke arah kota Tarutung. Dari tempat ini, panorama alam terbentang luas—pegunungan hijau, lembah yang tenang, dan langit biru yang seolah menyatu dengan bumi.
Suasananya tenang dan hening. Hanya ada suara angin yang menyapa dedaunan dan langkah kaki pengunjung yang berjalan perlahan, penuh penghormatan. Di beberapa sudut, ada yang berdoa, ada yang duduk merenung, dan ada pula yang hanya diam, menyerap kedamaian yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Lebih dari Sekadar Tempat Wisata
Banyak orang mengira bahwa Salib Kasih hanyalah tempat wisata religius. Tapi sesungguhnya, tempat ini adalah ruang spiritual yang hidup. Ia mengajak kita bukan sekadar untuk melihat, tapi untuk mendengarkan: mendengar suara Tuhan dalam diam, mendengar bisikan nurani yang mungkin telah lama terabaikan.
Ada banyak pelajaran yang saya petik di tempat ini—tentang ketekunan, pengorbanan, dan kasih yang melampaui logika. Nommensen tidak datang ke Tanah Batak untuk mencari nama. Ia datang karena cinta. Cinta kepada Tuhan, dan cinta kepada sesama.
Apa yang Perlu Kamu Ketahui Sebelum Berkunjung?
- Waktu Terbaik Berkunjung: Pagi atau sore hari untuk menghindari terik dan menikmati kabut tipis yang sering menyelimuti area puncak.
- Biaya Masuk: Terjangkau, dengan kontribusi kebersihan.
- Fasilitas: Tersedia area parkir, toilet, warung kecil, dan area doa.
- Etika: Tempat ini adalah kawasan sakral. Berbicaralah pelan, jaga kebersihan, dan hormati pengunjung lain yang sedang berdoa.
Penutup: Sebuah Undangan untuk Merenung
Perjalanan ke Salib Kasih bukanlah perjalanan biasa. Ini adalah undangan untuk mengingat kembali esensi kehidupan yang sering kita lupakan—kasih, pengorbanan, dan kerendahan hati.
Saya pulang dari tempat ini dengan hati yang lebih ringan, dan jiwa yang terasa dibersihkan. Dan saya yakin, siapa pun yang datang dengan kerinduan yang tulus, akan pulang dengan hati yang disegarkan.
Salib Kasih bukan hanya monumen fisik. Ia adalah simbol cinta yang tak lekang oleh waktu
Apakah anda tertarik ingin berkunjung?
Komentar
Posting Komentar